Fakta Bullying dan Pemalakan di Lingkungan Sekolah dan Trik Mengatasinya

Photo by Ivan Aleksic on Unsplash


Bullying dan pemalakan di sekolah merupakan masalah serius yang dapat merugikan kesejahteraan emosional dan psikologis siswa. Fenomena ini tidak hanya merugikan korban secara langsung, tetapi juga dapat berdampak negatif pada lingkungan belajar.


Masalah ini bukan rahasia lagi, pemalakan di sekolah-sekolah Indonesia, khususnya yang dilakukan oleh kakak kelas terhadap siswa-siswa lebih muda atau adik kelas, menjadi isu serius yang perlu mendapatkan perhatian. Namun anehnya sudah banyak korban yang berjatuhan, bahkan nyawa melayang karena pembullyan tetapi sebagian besar dari para guru dan kepala sekolah di negara kita seolah tutup mata bagaikan tidak ada kejadian apa-apa, dan baru bertindak setelah menjadi berita viral di sosial media.


Saya banyak mengetahui berita-berita semacam ini dari televisi, surat kabar, dan media-media sosial. Saya prihatin dan jadi teringat pada waktu saya masih bersekolah di SMA. Oleh karena itu dalam artikel ini, kita akan menjelajahi penyebab umum dari masalah ini dan memberikan beberapa langkah nyata untuk mencegah pemalakan di lingkungan sekolah, baik dengan cara biasa maupun cara yang luar biasa.

Penyebab Umum Bullying dan Pemalakan di Sekolah

Berdasarkan penelitian, terdapat beberapa penyebab umum dari fenomena bullying dan pemalakan di sekolah. Salah satu penyebab utama adalah perbedaan. Siswa yang berbeda secara fisik, sosial, atau bahkan ekonomi sering kali menjadi target bully. Kata-kata kasar dan sikap merendahkan sering kali timbul dari ketidaksetaraan yang dirasakan oleh pelaku.

Biasanya anak yang pendiam dan punya sedikit teman akan menjadi sasaran bully dan pemalakan oleh geng di sekolah itu, ketua geng itu biasanya dari kakak kelas (kelas 12) yang merupakan anak yang paling ditakuti disebabkan karena status ekonominya yang termasuk 'orang kaya' dan juga penampilannya yang galak seperti preman. Salah satu penyebab utama pemalakan oleh kakak kelas adalah adanya ketidaksetaraan kekuatan. Sering kali kakak kelas yang lebih tua merasa memiliki hak untuk mendominasi siswa-siswa dibawahnya, memiliki hak untuk merampas uang mereka, dan sebagainya. Selain itu, tekanan teman sebaya dan keinginan untuk mendapatkan pengakuan dapat mendorong kakak kelas untuk menunjukkan dominasinya. Hal ini dapat muncul dari budaya tradisional di mana hierarki sosial dihargai secara berlebihan di sekolah.


Terlebih lagi, faktor lingkungan juga dapat memainkan peran penting. Lingkungan di mana perilaku bully sering diabaikan oleh para guru atau bahkan disetujui oleh rekan sebaya dapat menciptakan lingkungan yang mendukung tindakan tersebut. Kekurangan pengawasan dari pihak sekolah dan orang tua juga dapat menjadi faktor penentu dalam mendorong perilaku bullying.


Ada juga berita dari bbc.com yang membuat saya heran, kenapa anak-anak juga bisa berperilaku brutal? kejadiannya di Gresik, Jawa Timur, telah terjadi sebuah kejadian memilukan belakangan ini. Seorang siswi kelas 2 SD harus menghadapi nasib tragis setelah mata kanannya ditusuk dengan sumpit bakso oleh kakak kelasnya gara-gara tidak mau memberi uang kepada si kakak kelas itu, yang menyebabkan buta permanen pada mata kanannya. Kejadian ini tidak hanya menciptakan keguncangan di kalangan siswa dan sekolah, tetapi juga memunculkan pertanyaan serius mengenai keamanan di lingkungan pendidikan kita.


Berita itu hanya sebagian kecil saja, berdasarkan informasi dari media detik.com sebenarnya di negara kita ini ada banyak kasus pembullyan yang selalu saja terjadi di kalangan pelajar. Berdasarkan data terbaru dari Asesmen Nasional Kemendikbudristek 2022, ditemukan bahwa sebanyak 36,31% peserta didik, atau setara dengan satu dari tiga siswa, berpotensi mengalami bullying. Tak hanya itu, data yang sama juga mengungkapkan bahwa sebanyak 34,51% peserta didik, atau satu dari tiga siswa, berpotensi mengalami kekerasan seksual. Lebih dari itu, menurut informasi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) tahun 2021, terungkap bahwa 20% anak laki-laki dan 25,4% anak perempuan dalam rentang usia 14-17 tahun mengaku pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam kurun waktu 12 tahun terakhir. Data ini menyoroti urgensi untuk mengatasi isu-isu kekerasan di kalangan pelajar dan mendorong tindakan preventif yang lebih efektif.  Tindakan preventif disini sederhana saja. Misalnya seperti ini, para guru setelah selesai mengajar jangan langsung masuk kantor, luangkan 5 menit untuk mengontrol situasi lingkungan sekolah. Hal ini bukan hanya tanggung jawab divisi keamanan atau Satpam, tetapi juga tanggung jawab semua pihak manajemen sekolah, termasuk guru.


Guru yang sudah kelelahan mengajar akan selalu masuk ke kantornya untuk beristirahat atau berbincang-bincang dengan sesama guru, sehingga mereka tidak menaruh perhatian pada lokasi-lokasi di sekolah dimana sering dijadikan sebagai tempat nongkrong para siswa yang menjadi geng di sekolah itu, seperti: sekitar toilet, lorong-lorong sekolah, pintu masuk kantin sekolah, dan di belakang sekolah. Tempat-tempat seperti itulah yang luput dari pegawasan para guru. 


Sama halnya dengan guru, para orang tua juga biasanya sudah merasa melimpahkan tugasnya kepada pihak sekolah. Para orang tua siswa biasanya hanya menganggap pembullyan sebagai kenakalan biasa dan tidak menaruh empati pada anaknya yang menjadi korban bullying dan pemalakan di sekolahnya, sehingga si anak ini akan terus menjadi korban pembullyan dan pemalakan di sekolah yang tentu saja akan membuat prestasi akademiknya menurun, bahkan benar-benar turun. Sama seperti yang saya lihat di televisi, permasalahannya juga seperti itu. Anak menjadi korban bullying sehingga prestasinya turun dan dimarahi orang tuanya, akhirnya anak itu merasa tertekan, dia menderita tekanan batin sangat berat yang tidak mampu diatasinya, kemudian anak itu ditemukan gantung diri di kamarnya.

Cara Mencegah Bullying dan Pemalakan di Sekolah

1. Integrasi Pendidikan Kesetaraan dan Empati Dalam Kurikulum Sekolah

Mencegah bullying di sekolah memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan pihak sekolah, orang tua, dan siswa itu sendiri. Penting untuk mengintegrasikan pendidikan kesetaraan dan empati dalam kurikulum sekolah. Siswa perlu diajarkan untuk memahami perbedaan, menghargai keragaman, dan memiliki empati terhadap rekan-rekan mereka. Siswa perlu memahami bahwa perbedaan usia bukanlah alasan untuk merendahkan atau memalak teman-temannya sendiri. Melalui pemahaman ini, diharapkan akan tercipta budaya yang menghormati setiap individu, dapat membentuk sikap positif dan menjauhkan siswa dari perilaku negatif.


2. Program Pembinaan Anti-Bully Kepada Semua Siswa

Sekolah dapat mengimplementasikan program pembinaan khusus untuk mengatasi masalah pembullyan dan pemalakan oleh kakak kelas. Kenapa kakak kelas selalu membully adik kelas? Hal itu dikarenakan adanya 'Aturan Tidak Resmi' yang telah menjadi sebuah 'Tradisi di Sekolah' berupa 'Senioritas'. Diakui atau tidak, masalah 'Senioritas' ini sudah ada ketika siswa-siswa baru sedang melaksanakan Penataran P4 dan OSPEK (Orientasi Pengenalan Sekolah). Semua guru-guru di sekolah harus mendukung adanya program pembinaan anti-bully. Pembinaan ini dapat mencakup strategi komunikasi, manajemen emosi, dan pengembangan kepemimpinan positif untuk mengubah dinamika antar-siswa di sekolah. Salah satu dari sekian banyak program pembinaan khusus untuk mengatasi masalah pembullyan dan pemalakan oleh kakak kelas adalah dengan menerapkan aturan yang tegas berupa penghapusan segala bentuk 'Aturan Tidak Resmi' dan pemberian hukuman jika ada siswa yang melanggar aturan itu.


3. Keterlibatan Orang Tua

Kolaborasi antara pihak sekolah, orang tua, dan siswa penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman. Orang tua perlu terlibat aktif dalam kehidupan sekolah anak-anak mereka, sementara sekolah harus menjalankan program pengawasan dan intervensi yang efektif. Orang tua memiliki peran penting dalam mencegah pembullyan dan pemalakan. Sekolah dapat mengadakan pertemuan rutin dengan orang tua untuk memberikan pemahaman tentang masalah ini dan bagaimana mereka dapat membantu mendorong perilaku positif di rumah. Sekolah perlu menjalankan program pengawasan yang ketat dan intervensi cepat ketika kasus pemalakan terjadi. Siswa yang menjadi korban harus merasa didukung dan pelaku harus mendapatkan sanksi yang berat supaya ada efek jera.


Dengan mengadopsi langkah-langkah ini, diharapkan dapat tercipta lingkungan yang aman, mendukung, dan bebas dari segala bentuk pembullyan atau pemalakan di sekolah. Pembullyan di sekolah adalah masalah yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terlibat. Namun, dengan sikap positif dan langkah-langkah yang tepat, kita dapat bersama-sama menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung. Berikut adalah beberapa tips dan trik yang dapat membantu menangani masalah pembullyan di sekolah Indonesia.

Tips dan Trik Menangani Pembullyan di Sekolah Indonesia:

1. Pendidikan Kesadaran Anti-Bully
Sosialisasikan pentingnya kesadaran anti-bully di kalangan siswa, guru, dan orang tua. Lakukan seminar, diskusi, atau kegiatan lain yang dapat meningkatkan pemahaman tentang dampak negatif dari pembullyan. Semakin banyak orang yang teredukasi, semakin besar peluang untuk mencegah dan mengatasi pembullyan.


2. Aktif Bersosialisasi
Buka saluran komunikasi antara siswa, guru, dan orang tua. Siswa yang merasa diterima dan didengarkan cenderung lebih aman dan tidak mudah menjadi korban pembullyan. Program mentoring atau kegiatan sosial dapat membantu memperkuat ikatan di antara anggota komunitas sekolah.


3. Promosikan Empati dan Toleransi
Ajarkan siswa untuk memahami perbedaan dan menghargai keragaman. Melalui pendidikan empati, siswa dapat lebih memahami perasaan rekan sebayanya dan mencegah tindakan pembullyan. Aktivitas seperti simulasi peran atau proyek kolaboratif dapat menjadi metode efektif untuk membangun empati di kalangan siswa.


4. Implementasikan Sistem Pelaporan Pembullyan
Berikan sarana bagi siswa untuk melaporkan kasus pembullyan dengan aman dan tanpa rasa takut. Sistem pelaporan yang efektif dapat membantu sekolah untuk menangani kasus pembullyan secara cepat dan tepat. Pastikan bahwa siswa merasa percaya diri dalam melaporkan insiden tanpa adanya ketakutan akan pembalasan. Pihak sekolah harus bergerak cepat untuk melindungi si korban pembullyan dan secepat mungkin menangkap si pelaku untuk diberikan tindakan tegas berupa sanksi akademik, sanksi administratif, maupun sanksi hukum.


5. Libatkan Orang Tua
Orang tua memiliki peran kunci dalam mencegah pembullyan. Sekolah dapat mengadakan pertemuan rutin dengan orang tua untuk membahas masalah ini dan memberikan tips tentang bagaimana mereka dapat mendukung anak-anak mereka. Kolaborasi antara sekolah dan orang tua dapat menciptakan pendekatan yang holistik dalam menangani pembullyan.


6. Bentuk Tim Anti-Bully
Bentuk tim khusus yang terdiri dari guru, staf sekolah, dan bahkan siswa yang berkomitmen untuk mengatasi pembullyan. Tim ini dapat bertanggung jawab untuk memantau situasi, mengintai lokasi-lokasi khusus, memberikan dukungan, melindungi korban bullying, dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang diperlukan. Usahakan membentuk Tim Anti-Bully yang beranggotakan guru-guru yang bijaksana, pelatih beladiri, guru-guru yang paling ditakuti di sekolah, ketua OSIS, dan siswa-siswa berkelakuan baik yang terkenal tangguh dan sangat berpengaruh di sekolah. Dengan cara itulah para pelaku bullying dan pemalakan di sekolah akan berpikir seribu kali untuk melakukan aksinya karena mereka sudah tahu akan berhadapan dengan siapa setelah beraksi nanti.


Penting untuk diingat bahwa menangani pembullyan adalah tanggung jawab bersama. Dengan menggabungkan upaya dari siswa, guru, dan orang tua, kita dapat menciptakan lingkungan sekolah yang positif dan bebas dari pembullyan. Sehingga tidak akan ada lagi yang namanya kasus bunuh diri, depresi, atau bahkan kehilangan nyawa karena bullying di sekolah. Semoga tips dan trik ini dapat memberikan panduan praktis untuk mencegah dan mengatasi pembullyan di sekolah-sekolah yang ada di negara kita ini.

REFERENSI:


1) Repositori.kemdikbud.go.id - STOP Perundungan/Bullying Yuk!
3) Buku Bullying at School: What We Know and What We Can Do (1993) oleh Olweus, D.
5) Buku Bullying Beyond the Schoolyard: Preventing and Responding to Cyberbullying. Sage Publications (2017) oleh Hinduja, S., & Patchin, J. W.

Related Posts

Komentar

Populer Minggu Ini