Sebuah Fakta Tentang Kota-kota di Indonesia Yang Pasti Tenggelam Pada Tahun 2050











Pemanasan global merupakan isu krusial yang telah menjadi perhatian dunia selama beberapa dekade terakhir. Dampaknya terasa di berbagai belahan dunia, dan Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, tidak luput dari ancaman tersebut. Salah satu konsekuensi paling mengkhawatirkan dari pemanasan global adalah fenomena tenggelamnya kota-kota akibat kenaikan permukaan air laut. Pertanyaannya adalah mengapa air laut bisa naik? Hal itu akan kita bahas lebih lanjut dalam artikel singkat ini.


1. Pemanasan Global dan Kenaikan Permukaan Laut

Pemanasan global disebabkan oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, terutama karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen oksida (NOx). Gas-gas ini menyerap panas matahari dan menyebabkan suhu bumi meningkat. Salah satu dampak utama dari pemanasan global adalah mencairnya gletser dan lapisan es di kutub, yang menyebabkan kenaikan permukaan laut. Selain itu, pemanasan juga menyebabkan ekspansi termal, yaitu pengembangan volume air laut karena suhu yang lebih tinggi. Setiap butir molekul air akan terpecah akibat adanya panas yang dapat menembus sampai kedalam inti molekul air. 


2. Kota-Kota di Indonesia yang Tenggelam Lebih Cepat Dibandingkan Kota lainnya

Indonesia, dengan garis pantai yang panjang dan banyaknya kota pesisir, menghadapi risiko serius dari fenomena tenggelamnya kota akibat kenaikan permukaan laut. Beberapa kota dan wilayah pesisir mulai mengalami penurunan permukaan tanah atau tenggelam akibat berbagai faktor seperti penurunan tanah (land subsidence), kenaikan permukaan air laut, dan aktivitas manusia. Menurut para ahli meteorologi, geodesi, dan geofisika sebenarnya pada tahun 2050 ada 112 wilayah yang berpotensi tenggelam sedikit demi sedikit, namun demikian ada 8 wilayah Indonesia yang sudah dipastikan tenggelam lebih cepat daripada 108 wilayah lainnya apabila tidak segera dilakukan penyelamatan oleh pemerintah dan jajarannya. 


Berikut adalah beberapa lokasi atau lebih tepatnya 8 wilayah yang sedang mengalami risiko tenggelam: 

Jakarta Utara 

Jakarta Utara adalah bagian dari DKI Jakarta, salah satu kota besar di dunia yang paling rentan terhadap penurunan tanah dan risiko tenggelam. Beberapa bagian utara Jakarta, seperti Muara Baru, Pluit, dan Pantai Indah Kapuk, mengalami penurunan tanah yang cukup signifikan, yaitu sekitar 7 sampai 10 atau bahkan 10-20 cm per tahun. Penurunan ini terutama disebabkan oleh ekstraksi air tanah yang berlebihan, urbanisasi, dan kurangnya sistem drainase yang memadai. Kawasan pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta Utara adalah salah satu area yang juga mengalami penurunan tanah. Kondisi ini menyebabkan seringnya banjir rob yang mempengaruhi aktivitas pelabuhan dan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Diperkirakan, pada tahun 2050, sebagian besar Jakarta Utara dapat berada di bawah permukaan laut jika tidak ada upaya mitigasi yang serius. Jadi, proyek pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur adalah salah satu langkah strategis untuk mengatasi masalah ini.

Surabaya 

Kota terbesar kedua di Indonesia ini juga mengalami dampak serupa. Kenaikan permukaan laut dan penurunan tanah menyebabkan beberapa wilayah di Surabaya menjadi lebih rentan terhadap banjir. Beberapa wilayah pesisir di Surabaya, seperti Kenjeran, mengalami penurunan tanah akibat urbanisasi yang cepat dan penurunan muka tanah karena pengambilan air tanah yang berlebihan. Dampaknya adalah banjir rob yang mulai sering terjadi di beberapa titik, sehingga masyarakat di wilayah itu harus meninggikan lantai rumah mereka.

Semarang 

Kota Semarang, terutama di bagian pesisir seperti kawasan Tanjung Emas dan Tambak Lorok, juga mengalami masalah serupa. Penurunan tanah di Semarang mencapai sekitar 2-10 cm per tahun. Hal ini diperparah dengan kenaikan permukaan air laut, yang menyebabkan banjir rob atau banjir pasang yang semakin sering terjadi. Beberapa bagian dari kota ini mulai sulit diakses dan memerlukan tanggul atau pompa air untuk mengendalikan banjir.

Makassar

Di bagian timur Indonesia, Makassar menghadapi ancaman serupa. Kenaikan permukaan laut dan penurunan tanah mengancam kawasan pesisir kota ini. Pada saat musim hujan, kota ini terkena dampak naiknya permukaan air laut seperti yang juga dialami oleh kota-kota lainnya.

Pulau-Pulau Kecil di Kepulauan Seribu

Beberapa pulau kecil di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, mulai menghadapi risiko tenggelam akibat kenaikan permukaan laut. Beberapa pulau kecil, seperti Pulau Tidung dan Pulau Pari, mengalami abrasi dan penurunan permukaan tanah yang mengancam keberadaan pulau tersebut.

Pekalongan

Kota Pekalongan di pesisir utara Jawa Tengah menghadapi ancaman besar dari banjir rob yang terus-menerus. Banyak desa di wilayah pesisir, seperti Desa Jeruksari dan Krapyak, mengalami penurunan tanah sekitar 5-10 cm per tahun. Akibatnya, beberapa desa ini sudah tenggelam dan sebagian penduduknya terpaksa meninggalkan rumah mereka.

Demak

Kabupaten Demak, terutama di wilayah pesisir seperti Kecamatan Sayung, juga menghadapi risiko tenggelam akibat penurunan tanah dan banjir rob yang terus terjadi. Banyak sawah dan permukiman di wilayah ini telah berubah menjadi rawa atau kolam air pasang, memaksa penduduk untuk pindah atau beradaptasi dengan kondisi tersebut.

Indramayu

Kabupaten Indramayu di pesisir utara Jawa Barat mengalami penurunan tanah dan ancaman kenaikan permukaan air laut. Beberapa desa pesisir, seperti Desa Eretan Wetan, sudah mulai tergenang air laut saat pasang, dan semakin banyak lahan yang hilang ke laut setiap tahunnya.


3. Dampak Sosial dan Ekonomi

Tenggelamnya kota-kota memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Berikut beberapa di antaranya:

1) Kehilangan Properti dan Infrastruktur

Banyak bangunan, jalan, dan infrastruktur lainnya yang terancam rusak atau hancur. Ini tidak hanya mengakibatkan kerugian finansial yang besar, tetapi juga mengganggu kehidupan sehari-hari masyarakat.

2) Migrasi dan Relokasi

Dengan meningkatnya ancaman tenggelam, banyak penduduk yang terpaksa pindah atau dipaksa pindah dari daerah yang terdampak. Ini menyebabkan migrasi massal dan pergeseran populasi yang dapat menambah beban pada kota-kota lain.

3) Kerusakan Ekosistem

Kenaikan permukaan laut juga mengancam ekosistem pesisir seperti mangrove dan terumbu karang. Kerusakan ekosistem ini dapat mempengaruhi kehidupan laut dan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada sumber daya laut.

4) Banyak ODGJ baru yang bermunculan

ODGJ atau mayoritas orang Indonesia menyebutnya dengan sebutan Orang Gila adalah singkatan dari Orang Dengan Gangguan Jiwa. Istilah tersebut ditujukan untuk memperhalus sebutan dari Orang Gila itu tadi. Berdasarkan apa yang sudah dialami oleh negeri ini selama puluhan tahun ditempa musibah bencana alam, diakui atau tidak dimanapun juga lokasi yang terdampak bencana pasti mengalami kerugian materi yang luar biasa banyak. Semua kerugian materi yang disebutkan di televisi hanyalah kerugian yang bisa diketahui saja. Ada banyak orang yang sudah susah payah bekerja keras siang dan malam mengumpulkan uang dan akhirnya bisa membangun properti berupa rumah yang besar, beli perabotan mahal, beli mobil, beli motor, bahkan beli speedboat.......terpaksa pindah ke tenda pengungsian yang sederhana, dengan fasilitas toilet seadanya yang dipakai secara bergiliran, hal itu membuat sebagian orang-orang yang sudah sukses menjadi seperti bayi baru lahir yang tidak punya apa-apa. Jika mereka berada dalam situasi batin yang sudah 100% siap, rohani dan jasmani mereka kuat serta dalam kondisi keimanan yang tinggi, mereka akan baik-baik saja dan bisa menerima keadaan itu. Namun akan berbeda jika batin mereka tidak siap, maka musibah itu akan mengguncang jiwa dan pikiran mereka sehingga mereka merasa bahwa semua yang sudah mereka upayakan selama bertahun-tahun siang dan malam adalah sia-sia. Hal itulah yang menyebabkan banyak ODGJ bermunculan setelah adanya bencana alam.


4. Upaya Mitigasi dan Adaptasi

Menghadapi ancaman tenggelamnya kota-kota, pemerintah dan masyarakat perlu melakukan berbagai upaya mitigasi dan adaptasi, antara lain:

Pembangunan Infrastruktur Tahan Air: Membangun tanggul, sistem drainase yang baik, dan infrastruktur lainnya yang dapat melindungi kota dari banjir.

Pengelolaan Sumber Daya Alam: Mengurangi eksploitasi air tanah dan melindungi ekosistem pesisir seperti hutan mangrove yang dapat membantu mengurangi dampak kenaikan permukaan laut.

Rencana Relokasi: Untuk kota-kota yang sangat rentan, merencanakan relokasi atau pemindahan infrastruktur penting ke lokasi yang lebih aman harus segera dilaksanakan jauh sebelum adanya peringatan tanda bahaya dari BMKG..

Peningkatan Kesadaran dan Pendidikan: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak pemanasan global dan pentingnya tindakan preventif.


5. Peran Internasional dan Kerja Sama Global

Pemanasan global adalah masalah global yang memerlukan kerja sama internasional. Indonesia, sebagai negara yang rentan terhadap dampak ini, perlu berpartisipasi aktif dalam perjanjian internasional seperti Kesepakatan Paris untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan melakukan tindakan preventif.


Fenomena penurunan tanah dan kenaikan permukaan air laut menjadi ancaman serius bagi kota-kota dan wilayah-wilayah pesisir di Indonesia, ya itu tadi, negara Indonesia adalah negara kepulauan. Kondisi ini memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat, serta upaya mitigasi untuk mencegah kerusakan yang lebih besar di masa depan. Dalam menghadapi tantangan besar ini, penting bagi setiap individu dan pihak terkait dari pemerintah atau swasta untuk memahami dampak pemanasan global dan mengambil langkah-langkah proaktif dalam mitigasi dan adaptasi. Hanya dengan upaya bersama, kita dapat melindungi kota-kota kita dari ancaman tenggelam dan memastikan masa depan yang lebih aman dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.


REFERENSI: